Surabaya - Pelaku pasar di himbau waspada terhadap kemungkinan
turunnya harga minyak mentah dunia pada Juni 2016. Hal itu terkait dengan rapat
Federal Open Market Committee (FOMC) yang membahas penentuan suku bunga acuan
(Fed fundrate) yang mempengaruhi permintaan minyak dunia.
Jika bank sentral
AS menaikkan suku bunga, USD dipastikan akan menguat. Sementara itu, mata uang
negara-negara konsumen minyak mentah akan melemah, termasuk rupiah yang
diprediksi mencapai level 14 ribu per USD.
Hingga kemarin,
kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah pada level
13.573 per USD. Negara lain yang mata uangnya diprediksi melemah adalah
Tiongkok. Yuan yang masih RMB 6,54 per USD diprediksi melemah jika suku bunga
The Fed naik.
Hal itu akan mempengaruhi
permintaan Tiongkok terhadap minyak mentah dunia, terutama dari anggota
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Pada Mei 2016,
perekonomian Tiongkok bergerak sehingga permintaan minyak dari Negeri Panda
tersebut ikut naik.
kesimpulannya
karena konversi nilai tukar terhadap USD melemah, harga minyak terasa mahal.
Permintaan pun akan turun. Kalau permintaan turun, harga minyak akan turun
lagi.
Hingga minggu
ketiga Mei, harga minyak sebenarnya cukup baik karena menyentuh angka USD 49
per barel pada 2017. Naiknya harga minyak selain disebabkan karena tingginya
permintaan dari Tiongkok, juga disebabkan turunnya suplai minyak akibat kebakaran
hutan di Provinsi Alberta, Kanada, serta penutupan kilang di Nigeria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar