Rabu, 08 Juni 2016

Menyengat Seperti Lebah, Menari Seperti Kupu-Kupu


Bagi yang lahir pada tahun 80'an, termasuk saya, pasti tidak tahu siapa Muhammad Ali dan tidak pernah melihat pertandingan maupun gaya bertinjunya secara live di TV pada masa itu. Sampai saya membaca  berita bahwa Muhammad Ali beristirahat selamanya dan mengenai dirinya semasa dia hidup, saya tahu bahwa orang ini memang hebat. Orang ini memang pantas disebut...legenda.

Ali mulai memukau dunia tinju ketika merebut gelar juara dunia kelas berat dari tangan Sony Liston. Ketika itu Ali ditempatkan sebagai underdog. Dunia terkejut dengan gaya bertinju Ali yang dapat meredam dan mementahkan hampir semua serangan Liston dalam duel pada Februari 1964 waktu itu.
Ali melompat-lompat ringan, seperti kupu-kupu, menjauhi Liston yang mengejar dan hendak memukulnya. Seberapa jarak menekan Liston, sebegitu jauh Ali mundur menghindar dengan enteng. "Catch me if you can..", katanya kepada Liston ketika itu.
Pukulan keras Liston meleset, tak kena sasaran. Sebaliknya, Ali melepaskan pukulan balasan yang menyengat. Pukulan Ali sesekali mengenai bagian mata Liston dan membuat pelupuk matanya bengkak. Sesekali pula pukulan balasan tersebut menyengat bahu kiri Liston. Efeknya, tangan kiri Liston tak dapat berfungsi baik. Liston akhirnya menyerah pada awal ronde ke-7 karena tak dapat lagi mengangkat tangan kiri. Ali menjadi juara dunia untuk kali pertama.

Petarung yang lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay Jr pada 17 Januari 1942 itu kembali sukses mempecundangi Liston dalam duel kedua sekitar setahun kemudian. Ali meng-KO Liston dironde pertama dengan pukulan uppercut kanan yang amat cepat. Ali dengan psywar-nya yang kental membuyarkan konsentrasi Liston dan membuatnya marah. Perang mental itu dilakukan Ali, sebelum ataupun ketika sedang bertanding.

Prinsip utama dalam bertinju adalah pandai memukul dan menghindar. Sebab, sehebat apapun kekuatan pukul, selalu ada batasnya. Dengan pandai menghindari pukulan, lawan jadi frustrasi dan kehilangan tenaga. Contoh yang paling nyata, Mike Tyson. Tyson hanya pandai memukul, tapi tak pintar menghindar. Akibatnya, dia biasanya kedodoran menjelang paro kedua pertandingan.

Namun tidak demikian dengan Ali. Sadar tenaganya berkurang, dia melayang dan membuat gangguan kecil terhadap lawan dengan perhitungan bahwa ronde tersebut berlangsung seimbang. Pandai memukul dan pandai menghindar dapat dilakukan Ali dengan amat baik dan itu adalah modal dalam bertarung. Tapi, Ali juga masih punya teknik lain dalam bertanding tinju yang tak pernah dilakukan petinju manapun selama ini. Teknik tersebut diperagakannya ketika berduel dengan Geoge Foreman di Kinshasa, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo), pada 1974. Ali yang kembali dalam posisi underdog bertahan di tali ring dalam posisi menunduk. Dia membangun pertahanan double cover yang ketat agar rusuknya aman dari serangan keras hook kiri dan kanan Foreman.
Posisi menunduk membuat otot-otot perut menjadi lebih kuat terhadap pukulan. Sambil bertahan di tali ring, Ali masih dapat mengoceh. Foreman pun marah sambil menghajar keras tembok pertahanan Ali yang terjal di duel bertajuk “The Rumble in the Jungle” tersebut.
Sukses. Foreman pun kehabisan tenaga. Sebuah pukulan uppercut kanan Ali menjelang akhir ronde ke-8 menghajar dagunya dan Foreman pun jatuh. Hebatnya lagi, Ali membuat skenario jatuhnya foreman dengan posisi terduduk saat meng-KO nya.

Ali membayar lunas kekalahannya atas Joe Frazier pada 1975, empat tahun setelahnya. Bertarung habis-habisan selama 14 ronde, Frazier akhirnya kelelahan luar biasa. Duel di Manila itu berlangsung ketat. Ali tak banyak menari, sedangkan Frazier terus menekan keras. Dalam pertarungan itu, Ali membuktikan diri dapat bertarung jarak dekat sesuai kemauan lawan.

Tak ada gading yang tak retak. Ali yang telah didiagnosis mendapat kelainan pada otaknya masih mau disuruh promotor Don King bertanding dengan Larry Holmes 2 Oktober 1980 di Las Vegas. Usianya sudah 38 tahun ketika itu, telah pensiun pula. Sebaliknya, sang lawan yang tujuh tahun lebih muda tengah berada dalam puncak penampilan sebagai juara dunia. Ali dihajar dan menerima belasan pukulan keras di kepala. Ali sudah tidak mampu bertinju dengan pukulannya yang menyengat dan menari seperti kupu-kupu itu. Tiada lagi taktik jitu untuk mengguncang emosi lawan. Pukulannya pun tak bisa menjangkau lawan yang lebih muda dan kuat. Wasit menghentikan pertandingan setelah pelatihnya melemparkan handuk ke dalam ring. Pada tahun itu juga Ali dipastikan mengidap penyakit sindrom Parkinson.

Dengan semua sepak terjangnya, Ali banyak mejadi teladan bagi dunia lain selain dunia olahraga. Semangat bertarung, taktik duel yang dinamis dan bervariasi, membuat dia selalu dinantikan karena gaya bertarungnya menyenangkan untuk ditonton.

Kepiawaian Ali dalam bertanding dengan segala dimensi itu, melebihi semua petinju pada masa lalu hingga di era sekarang. Tak ada satu pun petinju yang menjadi duplikasi Ali. Tak ada satupun yang mampu atau bisa mendekatinya sekalipun. Selamat jalan Ali, Selamat beristirahat, legenda.

Sumber : Jawa Pos oleh Syamsul Anwar 

Senin, 06 Juni 2016

Libur Nasional untuk Kenang Soekarno



Penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila juga ditandai sebagai keputusan menjadikan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional. Penetapan itu diumumkan Presiden Jokowi di Gedung Merdeka, Bandung, tanggal 1 Juni kemarin.


“Karena Pancasila itu sebagai ideologi negara, posisi tertinggi dalam sebuah negara, Sehingga kita putuskan 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila” ujar Jokowi


Pada 1 Juni 1945, Soekarno berpidato di hadapan sidang : Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) alias Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, lembaga bentukan penjajah Jepang. Pidato tanpa teks itu berisi gagasan Soekarno tentang dasar-dasar negara Indonesia merdeka yang dia namakan Pancasila. Itulah yang menjadi dasar penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Gagasan-gagasan tersebut adalah kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesehjahteraan Sosial, dan Ketuhanan. Gagasan itu pun di terima secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI.

Menurut Jokowi, Pancasila menjadi pembeda antara Indonesia dan negara-negara lain.  “Toleransi mereka terkoyak, solidaritas sosial mereka terbelah, ketertiban sosial mereka terganggu. Mereka dihantui terorisme, ekstremisme, dan radikalisme.” Selain itu, lanjut Jokowi, bangsa-bangsa tersebut goyah dalam mengelola keragaman dan perbedaan. Mereka masih mencari referensi nilai dalam menghadapi kondisi semacam itu. Sebaiknya, para pemimpin bangsa kagum kepada Indonesia yang mampu mengelola keberagaman agama, etnis, serta budaya dalam sebuah negara tanpa gejolak. “Pengakuan itu saya dengar langsung dari pemimpin negara-negara besar di dunia. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena kita memiliki Pancasila.” Imbuhnya.


Hari Lahir Pancasila itu menambah jumlah hari libur nasional menjadi 16 hari. Sebelumnya, pada 2013, Presiden SBY menetapkan Hari Buruh Internasional 1 Mei menjadi hari libur nasional.